Rabu, 06 Juni 2012
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Karbala. Itulah nama hamparan sahara yang menjadi panggung drama nyata
yang menyuguhkan genangan darah dan air mata suci putera-puteri Rasul.
Panggung sebuah tragedi yang mengiris sukma dan hati nurani insan dan
abdi-abdi sejati Ilahi manakala darah daging suci Rasul itu menjadi
mangsa keserakahan, pengkhianatan, kezaliman, dan kebiadaban penguasa
serta kepicikan sebagian umat sepeninggal Rasul.
Karbala. Gurun duka dan nestapa. Gurun tempat matahari dari angkasa
malakut mengguyurkan terik cahaya kesaksian atas histeria dan ratap
tangis putera-puteri Azzahra saat tercekik dahaga di tengah seringai
ribuan pasukan angkara murka, saat mereka terlunta-lunta di tengah ingar
bingar ribuan manusia-manusia srigala yang bermandikan air liur dan
mabok harta dan kekuasaan, saat mereka mengerang di tengah lingkaran
pagar tombak dan betis kuda-kuda perang kaum durjana, saat mereka
terkepung gumpalan debu dan semburan api musuh yang melahap tenda-tenda
mereka, saat mereka terbantai di tengah gemerincing pedang dan gemertak
rahang keangkuhan penguasa Dinasti Umayyah.
Karbala. Samudera pasir yang menikari bagian sungai Eufrat di Irak.
Padang tandus tempat kstaria sejati Islam, Al-Husain bin Ali bin Abi
Thalib as, mempersembahkan kesegaran, ketegaran, dan keperkasaan darah
altruisme untuk menerjang prahara kemunafikan dan meruntuhkan benteng
kebejatan Bani Umayyah terhadap Islam dan umatnya. Tanah tempat
Al-Husain putera Azzahra mengibarkan bendera perang terhadap setiap
kekuatan angkara murka di muka bumi yang saat itu diperagakan dengan
amat sempurna dan mencekam oleh Yazid bin Muawiyah, Ubaidillah bin
Ziyad, Syimir bin Dzil Jaushan, dan aktor-aktor antagonis lainnya.
Karbala, tanah tempat Al-Husain menyambut Asyura tuk melepas bintang
berekor tanda datangnya keranda kehancuran para Fir'aunis.
Karbala. Pada akhirnya adalah gurun sejarah abadi penaklukan darah syuhada atas panah, tombak, dan pedang.
"Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian, maka kematian di
ujung pedang di jalan Allah jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di
atas ranjang."
(Al Imam-Husain bin Ali bin Abi Thalib as)